Pandangan bahwa pustakawan harus menguasai teknologi informasi, sampai sejauh mana kah?
Sejak dua dekade terakhir teknologi informasi (atau lazim disebut ICT) telah berkembang dengan sangat pesat dan telah menyentuh sekaligus merubah relatif hampir setiap proses yang ada. Dunia (layanan) perpustakaan pun termasuk salah satu bidang yang (harus) tersentuh dan mengadaptasi hal ini. Menanggapi hal ini, pustakawan pun berlomba-lomba untuk mempelajarinya. Hasil yang didapatkanpun beragam, mulai dari yang memiliki pemahaman dalam pembuatan kode dan bahasa pemrograman untuk keperluan pengembangan suatu sistem sampai dengan yang hanya bisa menggunakan produk yang sudah jadi saja.
Beragamnya tingkat pemahaman ini sebetulnya lumrah saja dan dapat disebabkan faktor individunya sendiri atau institusi tempatnya bekerja. Jika seseorang telah terbiasa bekerja di lembaga yang sudah established dari sisi proses bisnis yang berjalan maka relatif tidak (perlu) memiliki pemahaman sampai ke kode pemrogramannya. Lembaga seperti ini biasanya sudah memiliki divisi IT yang siap membantu dengan segala kemampuan dan pengalaman mereka di bidang software maupun hardware. Satu hal yang harus dimiliki adalah kemampuan untuk menerjemahkan business process yang dibutuhkan oleh perpustakaan sehingga dapat dituangkan oleh tim IT menjadi suatu sistem berbasis komputer untuk memfasilitasi pengadaan, pengolahan, layanan serta sistem pelaporan perpustakaan.
Hal lainnya yang mutlak harus dimiliki adalah kemampuan menjalankan proyek (project management) dimana didalamnya banyak melibatkan kemampuan pembuatan strategi, analisis cost benefit, perencanaan serta komunikasi dengan berbagai pihak, termasuk melakukan komunikasi dengan para level pimpinan perusahaan sebagai prasyarat utama keberhasilan suatu proyek.
Lain halnya jika kita bekerja di suatu lembaga yang masih mencari bentuk dan metodologi untuk menyelesaikan business process yang ada. Lembaga seperti ini biasanya masih sibuk menjalankan tugas (dengan berbagai keterbatasannya) yang bersifat parsial dan seringkali tumpang tindih sehingga koordinasi masih dirasakan kurang disana sini. Dalam lembaga seperti ini biasanya pustakawan bekerja single fighter atau bahasa resminya one-man librarian. Artinya sendirian melakukan semuanya; mulai dari melakukan klasifikasi koleksi, memberikan jasa referensi dan konsultasi, melayani user yang meminjam/ mengembalikan koleksi sampai menyampul dan membubuhkan cap pada koleksi. Pustakawan jenis ini biasanya (diharuskan) memiliki kemampuan yang lengkap sehingga semua pekerjaan dapat selesai. Kemampuan dalam bidang IT pun seringkali melebihi yang lain karena mereka tidak bisa mengharapkan bantuan unit lain, unit IT misalnya apabila mereka ingin memiliki suatu sistem perpustakaan yang berbasis komputer.
Perpustakaan digital adalah suatu puncak keberhasilan
Sebagai efek dari dunia IT pula, banyak lembaga induk suatu perpustakaan menargetkan untuk memiliki sebuah perpustakaan digital. Target ini ditetapkan dengan berbagai alasan tentunya; seperti meningkatkan prestige, untuk keperluan akreditasi, atau memang karena karyawannya memiliki waktu yang terbatas untuk berkunjung secara fisik ke perpustakaan.
Menanggapi fenomena ini, pustakawan harus lebih memahami konsep dari perpustakaan digital itu secara komprehensif. Jangan pernah berfikir bahwa saat kita punya telah memiliki suatu halaman web yang memungkinkan akses atas koleksi dan layanan perpustakaan kemudian sudah bisa menepuk dada dan berbangga diri. Berbagai artikel yang membahas ini dapat dengan mudah ditemukan di internet. Kalau boleh saya menyebutkan beberapa, sebelum kita berbangga diri, apakah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini sudah dapat kita jawab dengan baik?
- Apakah koleksi yang dimiliki sudah memenuhi kebutuhan para stakeholder?
- Apakah koleksi yang ada (baik tercetak maupun elektronis) sudah digunakan secara optimal?
- Apakah perpustakaan sudah memiliki suatu kebijakan tertulis yang komprehensif, yang didalamnya dinyatakan secara jelas peran aktif perpustakaan?
- Aspek pengukuran apa saja yang digunakan untuk mengetahui kontribusi perpustakaan atas tercapainya visi misi perusahaan?
Anyway, sudah menjadi keharusan bahwa sebagai manusia (utamanya pustakawan) kita tidak boleh membatasi diri dengan berhenti mengasah kemampuan karena semakin lengkap kemampuan kita maka semakin banyak pula pilihan yang ada dihadapan kita.
Catatan: Tulisan ini adalah pendapat pribadi berdasarkan observasi sederhana.
No comments:
Post a Comment